Nama : Herio Susanto
NPM : 53411335
Kelas : 1 IA 07
TEORI TENTANG DEFINISI USAHA / PERJUANGAN
PENGERTIAN USAHA
/ PERJUANGAN
Usaha/perjuangan
adalah kerja keras untuk mewujudkan cita-cita. Setiap manusia harus kerja keras
untuk kelanjutan hidupnya. Sebagian hidup manusia adalah usaha / perjuangan
untuk hidup, dan ini sudah kodrat manusia. Tanpa usaha / perjuangan, manusia
tidak dapat hidup sempurna. Apabila manusia bercita-cita menjadi kaya, ia harus
kerja keras.
Kerja keras itu dapat dilakuan dengan otak / ilmu maupun dengan
tenaga/ jasmani, atau kedua-duanya. Para ilmuwan lebih banyak bekerja keras
dengan otak/ilmunya dari pada dengan jasmaninya. Sebaliknya para buruh, petani
lebih banyak menggunakan jasmani dari pada otaknya. Para tukang dan para ahli
lebih banyak menggunakan kedua-duanya otak dan jasmani dari pada salah satunya.
Para politikus lebih banyak kerja otak dari pada jasmani, sebaliknya prajurit
lebih banyak kerja jasmani dari pada otak.
Kerja keras pada
dasarnya menghargai dan meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sebaliknya
pemalas membuat manusia miskin, melarat, dan berarti menjatuhkan harkat dan
martabatnya sendiri.karena itu tidak boleh bermalas-malas, bersatai-santai
dalam hidup ini. Santai dan istirahat ada waktunya dan manusia mengatur
waktunya itu.
Dalam agamapun diperintahkan untuk kerja keras, sebagaimana hadist
yang diucapkan Nabi Besar Muhammad S.A.W yang ditunjuk kepada para pengikutnya “Bekerjalah kamu seakan-akan kamu hidup
selama-lamanya, dan beribadahlah kamu seakan-akan kamu akan mati besok”.
Untuk kerja keras
manusia dibatasi oleh kemampuan. Karena kemampuan terbatas itulah timbul
perbedaan tingkat kemakmuran antara manusia satu dan manusia lainnya. Kemampuan
itu terbatas pada fisik dan keahlian / ketrampilan. Orang bekerja dengan fisik
lemah memperoleh hasil sedikit, ketrampilan akan memperoleh penghasilan lebih
banyak jika dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai ketrampilan /
keahlian. Karena itu mencari ilmu dan keahlian / ketrampilan itu suatu
keharusan, Sebagaimana dinyatakan dalam ungkapan sastra “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang
lahat” dalam pendidikan dikatakan sebagai “Long life education”.
Karena manusia
itu mempunyai rasa kebersamaan dan belas kasihan (cinta kasih) antara sesama
manusia, maka ketidak mampuan akan kemampuan terbatas yang menimbulkan
perbedaan tingkat kemakmuran itu dapat diatasi bersama-sama secara tolong menolong,
bergotong royong. Apabila sistem ini diangkat ketingkat organisasi negara, maka
negara akan mengatur usaha / perjuangan warga negaranya sedemian rupa, sehingga
perbedaan tingkat kemakmuran antara sesama warga negara dapat dihilangkan atau
tidak terlalu mencolok. Keadaan ini dapat dikaji melalui pandangan hidu
/idiologi yang dianut oleh suatu negara.
ARTIKEL
TENTANG USAHA / PERJUANGAN
Aksi Demo
Buruh di Jakarta
TRIBUNNEWS.COM,
JAKARTA - Puluhan ribu
massa buruh turun ke jalan melakukan unjuk rasa memperingati hari buruh
internasional, 1 Mei hari ini. Dalam aksinya mereka menuntut agar jaminan
kesehatan untuk seluruh rakyat mulai dilaksanakan pada 1 Januari 2014.
Mereka
juga menuntut diberlakukannya jaminan pensiun wajib untuk buruh per 1 Juli
2015. Ketiga mereka menuntut revisi Permenakertrans tahun 2005 tentang
kebutuhan hidup layak yang dinilai sudah tidak relevan.
"Ada
46 komponen di dalamnya, kami menuntut menjadi 86-122 komponen, sesuai hasil
penelitian. Dan kami minta direvisi paling lambat Juni 2012," kata Said
Iqbal di Bundaran HI, Jakarta, Selasa(1/5/2012).
Tidak
hanya itu, buruh kata Said juga menginginkan dihapuskannya sistem outsourching
atau sistem kerja kontrak tenaga kerja yang bersifat eksploitatif.
"Termasuk
juga guru bantu dan honorer, kami minta agar diangkat menjadi guru pns,"
tutur Iqbal.
Terakhir
yang tidak kalah penting lanjut Said adalah menuntut pemberian subsidi buruh.
"Kami
minta mulai 2013 diberikan subsidi buruh sebesar Rp 14 Triliun untuk subsidi
perumahan, pendidikan, kesehatan, dan transportasi buruh," pungkas Said
Iqbal.
PENDAPAT
Nasib buruh seakan - akan bertolak belakang dengan perilaku para petinggi dan pejabat negara dan golongan elit di negeri ini. Buruh dituduh bertindak anarkis ketika sekadar meminta perhatian pihak terkait terhadap nasib mereka. Tidak ada sedikitpun niat para buruh untuk melakukan kekerasan jika semua pihak terutama pemerintah benar-benar memperhatikan nasib mereka. Di saat sengsaranya nasib buruh, perilaku pejabat negara justru begitu mengecewakan dengan menghamburkan uang rakyat. Para wakil rakyat dan pejabat tetap rajin melakukan studi banding meskipun keuangan negara terancam jebol. Para hakim sibuk menghitung pendapatan layak mereka tanpa malu-malu dan mengancam mogok sidang. Korupsi miliaran bahkan triliunan rupiah uang rakyat hanya pura-pura dihukum karena begitu ringannya.
Ketidakhadiran negara dalam persoalan kesejahteraan buruh tampak jelas karena pemerintah lebih berpihak pada pengusaha dari pada pekerja. Tampak sekali peraturan perundangan ketenagakerjaan ditafsirkan semau gue oleh pengusaha tanpa pemerintah berani mengambil tindakan tegas. Pengusaha selalu membuat akal-akalan dalam mengelabuhi aturan seperti kebijakan pekerja kontrak (outsourcing) agar terhindar dari kewajiban terhadap pekerjanya. Eksploitasi terhadap pekerja dengan segala manivestasinya tidak ada tanda-tanda berkurang.
Setali tiga uang kebijakan upah minimum (UMK/UMP) yang seharusnya untuk melindungi para pekerja tetapi justru menjadi alat eksploitasi. Selalu tidak ada tolak ukur yang rasional dan transparan dalam mengukur tingkat kebutuhan hidup layak (KHL) yang menjadi dasar penetapan upah minimum. KHL yang ditetapkan oleh dewan pengupahan daerah selalu terlalu rendah. Hal ini tak sebanding jika para pejabat negara menetapkan gaji mereka yang selalu berlebihan. Bagaikan bumi dan langit membandingkan nasib buruh Indonesia dengan para pejabat negara yang serba bermewah-mewah dan penuh korupsi.
Upah minimum seharusnya diperuntukkan bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun dan berstatus lajang tetapi berubah menjadi upah maksimum. Pengusaha sudah merasa memenuhi kewajiban terhadap pekerja tanpa mempertimbangkan status sesungguhnya para pekerja tersebut. Bahkan banyak pengusaha tetap membayar sebesar upah minimum meskipun masa kerjanya sudah bertahun-tahun. Alasan pengusaha selalu masalah produktivitas pekerja yang rendah. Padahal produktivitas pekerja tidak berdiri sendiri tetapi terkait dengan faktor lainnya, seperti pengupahan, infrastruktur, perpajakan dan manajemen usaha itu sendiri. Amat naif jika rendahnya produktivitas hanya dibebankan pada pekerja.
Tanpa ada perubahan politik yang signifikan tampaknya nasib buruh sulit berubah. Sia-sia saja mengharapkan pemerintah mau dan mampu mengubah nasib mereka.
Sudah saatnya para pekerja
mempertimbangkan cara lain seperti mogok nasional dan sebagainya. Dengan cara
demikian pasti memiliki implikasi yang berbeda dibandingkan melakukan gerakan
yang sudah ada selama ini. Pekerja adalah pilar perekonomian sekaligus bagian
dari Bangsa Indonesia. Sudah selayaknya ikut menikmati kue ekonomi nasional
secara layak.
Source :
http://www.tribunnews.com/2012/05/01/aksi-demo-buruh-di-jakartafoto
Source :
http://www.tribunnews.com/2012/05/01/aksi-demo-buruh-di-jakartafoto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar